Hati Raka benar-benar hancur, ia memukul setir mobilnya berkali-kali. Ia sedang marah dengan dirinya sendiri, ia marah dengan keadaan. Keadaan yang membuatnya tidak bisa memilih.

Setelah mendengar kabar dari Bella, Raka kembali menuju rumah sakit, mengurungkan niatnya untuk bertemu Rinjani malam ini.

Namun sepanjang perjalanan, otaknya pun dibuat bertanya-tanya, kenapa ayahnya bisa menghubunginya melalui pesan langsung? Seingatnya, seharusnya ayahnya pulang 4 bulan lagi. Namun, sepertinya tidak. Raka harus kembali ke kenyataan pahitnya.


Sesampainya di rumah sakit, Raka melihat Bella yang terduduk menangis di depan bangsal yang menjadi ruang mamahnya beristirahat.

Saat melihat Raka yang kembali, Bella langsung berhambur ke dalam pelukan Raka. Dan Raka yang tidak memiliki pilihan lain, hanya memeluk balik Bella.

“Rak, mamah udah nggak ada...” Bella menangis sejadi-jadinya, merasa terpuruk. Di tinggal seorang diri oleh ibunda tercinta, dan tidak ada sosok ayah yang menemani. Ayahnya sedang berada di tengah lautan saat ini.

“Bel, gue turut berduka cita ya.” Raka menenangkan Bella.


Di sisi lain, Jani masih setia berbicara pada ombak di sekitar dermaga. Malam sudah sangat larut, waktu sudah menunjukkan pukul 22.10 WIB, namun sepertinya tanda-tanda kedatangan Raka belum terlihat.

Ajaibnya, malam itu Jani bercerita dengan elegan pada lautan. Tidak ada satupun air mata yang turun. Ia pikir, hatinya sudah menjadi kokoh.