“Mas Raka mau kemana mas?” Supir sekaligus penjaga rumah baru mereka yang sedang berjaga di depan rumah, menyapa.
“Mau keluar sebentar pak, ada urusan.” Sahut Raka sambil masuk ke dalam mobil.
“Perlu saya antar tidak mas?”
“Nggak perlu pak, saya bisa nyupir sendiri.”
Sampai sekarang Raka masih memikirkan, alasan apa yang membuat ayahnya mengirimkan penjaga tersebut ke rumahnya. Karena selama ini juga Pak Pardi sudah cukup untuk menjaga sekaligus supir yang mengantar sang Ibunda.
Sejujurnya Raka sudah memiliki firasat kalau saja orang suruhan ayahnya ini hanya untuk memantau pergerakan Raka selama ditinggal ayahnya berlayar.
Setelah sedikit berurusan dengan penjaga tersebut, Raka langsung melajukan mobilnya menuju rumah Bella. Sepanjang perjalanan Bella terus-terusan menelfon.
Bella: “Rak, mamah udah nangis-nangis! Gue bingung harus apa!” Raka: “Gue bentar lagi sampe Bel, ini udah deket. Lo siap-siap aja dulu, kita langsung ke rumah sakit
Bella nggak mematikan telponnya, dari jauh Raka mendengar suara Bella yang sedikit bergetar membantu mamah-nya untuk bangun.
Setelah sampai di rumahnya, Raka langsung bergegas melajukan mobil menuju rumah sakit terdekat. Sampai sana, ibu Bella langsung di tangani oleh dokter, menyisakan Bella yang terduduk di kursi sambil menangis.
“Udah nggak usah nangis, udah di tanganin sama dokter. Habis ini pasti membaik kok Bel.” Raka mencoba menenangkan Bella.
Ibu dari Bella memang diketahui memiliki penyakit leukemia, sudah hampir setahun ini keluarga mereka sering bolak balik ke Jakarta untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik, namun karena papah Bella merupakan seorang pelaut sama seperti ayah Raka, jadi mau tidak mau mereka hanya bisa meminta tolong kepada keluarga Raka.