Setelah dapat kabar dari Kira , adik Jani, Keno langsung melajukan kendaraannya menuju rumah Jani, yang hanya beda blok saja. Sebelum ke rumahnya, tidak lupa Keno membelikan nasi goreng kesukaan Jani di depan komplek, berharap sahabatnya itu mau makan.

Setelah sampai di rumah Jani, Kira sudah menunggu dan duduk di depan teras. “Kak Keno!” Sapa Kira.

“Belum keluar juga kakak?” Tanya Keno.

“Belum, masih nangis aja dari tadi.”

Setelahnya Keno langsung menuju kamar Jani, terdengar sayup-sayup tangisnya dari depan pintu kamarnya.

“Jan... Ini gue Keno.”

Tidak ada jawaban dari dalam, “Jan, makan dulu, gue bawa nasi goreng depan.”

“Gue nggak laper Ken, sorry ya.” Dari dalem akhirnya ada jawaban, meskipun bukan itu yang diharap.

“Yaudah buka dulu, temenin gue makan deh, gue mau cerita, habis berantem sama Bunbun.” Bohong Keno.

“Sorry Ken, gue capek banget, besok aja ya.” Jawab Jani dari dalam.

“Yahh... nggak bisa tidur deh malem ini gue, nggak kasian apa lo sama gue?”

Jani kembali diam, tidak ada jawaban dari dalam kamarnya. Namun selang sebentar, akhirnya kunci pintu kamar Jani terbuka, tanda bahwa Keno boleh masuk.

Keno masuk ke dalam kamar sahabatnya itu, dan mendapati Jani kembali bersembunyi di dalam selimutnya.

“Makan dulu ayo...” Ucap Keno sambil duduk di pinggir kasur.

“Kan gue udah bilang nggak laper, lu aja yang makan.” Jani tetap bersembunyi di balik selimutnya.

“Yaudah, dengerin gue cerita ayooo...” Keno menarik-narik selimut Jani.

“Ihhhh!!! Jangan di tarik-tarikkk!!! Cerita aja, gue dengerin dari sini!!” Jani mengomel.

“Yaaa liat gue siniiii!!!” Keno kembali menarik selimut Jani.

Kesabarannya sudah habis, Jani langsung bangun dan muncul dari balik selimutnya. “KENNNN!!!”

Keno tersenyum, akhirnya ia bisa melihat wajah sahabatnya yang berantakan tersebut.

“Ayoo makan dulu, nangisnya di tahan dulu. Kira takut kakaknya nangis lagi katanya.” Keno merapihkan rambut Jani yang berantakan menutupi wajahnya.

Jani tidak berbicara, sahabat di depannya membuatnya ingin menangis.

Mata mereka bertemu, Keno merasa sakit melihat wajah sahabatnya yang benar-benar berantakan, wajahnya yang pucat, ditambah kantung matanya yang sangat terlihat, membuat Rinjani terlihat seperti mayat hidup.

“Kenapaaa?”

Detik itu juga saat Keno menanyakan kepada dirinya, tangisnya kembali pecah.

“Kennnnnnnn...” Jani menghambur ke pelukan sahabatnya tersebut.

“Udah jangan nangisss...” Keno menenangkan Jani.

“Kenapa sih Ken gue selalu aja kalah? Kenapa gue nggak boleh bahagia sih? Kenapa semua orang nggak percaya sama usaha gue? Emang salah kalo gue mau ambil kuliah di Jogja? Emang dia doang yang boleh kuliah disana deket-deket sama Rakaaaa???” Jani mengadu sambil sesegukan.

“Pelan-pelan, gue dengerin semuanya, tapi berhenti dulu nangisnya...” Ucap Keno sambil mengelus punggungnya.

“Gue nggak minta apa-apa Ken!!! Gue cuma mau Rakaaa!!!” Tangisnya malah semakin keras.