“Udah sekarang jawab jujur, ini baju sama daleman siapa?” Wajah Raka sangat serius. Ia sudah mengenakan pakaian kering yang diberikan Jani.

“Itu punya Dika,”

“Ngapain punya Dika sampe sini? Dia pernah nginep disini? Ngapain?!”

“Ih dengerin dulu! Baru baikan udah ngomel-ngomel aja!” Kini giliran Jani yang mengomel. “Itu kado sidangnya dia besok, dia request minta dibeliin baju sama daleman merek itu. Liat aja tuh tag-nya baru aku lepas.”

Benar, Raka melihat ada box dan tag dari baju yang sekarang sedang ia gunakan di meja.

“Lagian cowo ada-ada aja sih mintanya, pake daleman segala. Emang aku emaknya apa!” Ujar Jani sinis.

“Besok aku tendang pantatnya.” Balas Raka.

Keduanya lantas diam sama-sama canggung, kehabisan percakapan, sama-sama bingung apa yang biasanya orang-orang bicarakan setelah sekian lama tidak bertemu.

Mereka terlihat seperti anak laki-laki dan perempuan yang baru saja bertemu dan jatuh cinta. Perasaan yang dulu pernah ada, kembali menyeruak masuk ke dalam hati.

“Sini...” Raka tiba-tiba membuka percakapan.

“Kenapa?”

“Bajuku udah nggak basah, jadi peluk nggak?”

Wajah Jani langsung memerah, “Ih!! Aku kan tadi cuma refl-” Raka tidak mempersilahkan Jani untuk menyelesaikan kalimatnya, ia pun sudah setengah mati rindu ingin memeluk perempuannya.

“Aku juga kangen banget sama kamu.” Ucap Raka sambil memeluk Jani dengan erat.


Hari itu, Rinjani seharian tidak melepas pandangan dan jemarinya dari Adraka. Mereka sama-sama saling menceritakan hal-hal yang selama ini saling mereka lewatkan. Hari itu juga Jani tau, alasan kenapa saat itu Raka meninggalkannya. Tumpah ruah seluruh air matanya, merasa bersalah karena selama ini berpikiran bahwa ialah yang paling tersakiti.

“Dari dulu aku nggak pernah berniat buat ninggalin kamu, tapi aku terpaksa ngelakuin itu biar kamu nggak kenapa-kenapa.” Jelas Raka.

Jani yang bersender di bahu Raka hanya bisa menangis mendengar semua cerita Raka, “Tapi kan kamu bisa bilang ke aku! Aku juga pasti bakal nunggu kamu,”

“Aku waktu itu juga nggak bisa ngejanjiin apa-apa Jani, aku juga belum yakin kalo suatu saat bisa balik ke kamu. Egois banget rasanya kalo aku nyuruh kamu tetep nunggu aku, sedangkan akunya sendiri belum yakin.”

“Maafin akuuuuuuu...” Jani malah semakin menjadi tangisnya.

Raka menarik Rinjani ke dalam pelukannya, “Udah, nggak usah nangis yaa... Kan sekarang akunya udah disini, udah nggak akan kemana-mana lagi. Aku bakal ngelindungin kamu, ngejaga kamu dari deket, dan pastinya nyayangin kamu sepenuh hati,”

“Sekarang kalo ada apa-apa, balik ke aku lagi ya ngadunya. Tugas Dika jagain kamu udah selesai. Rakanya Jani udah balik.” Ucap Raka seraya mengelus surai Jani.